7 Balasan PP Muhammadiyah ke JK soal Azan Maghrib diganti teks biasa saat misa Paus Fransiskus

Posted on



Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan surat edaran tersebut menggantikan siaran azan malam menjadi teks kekinian saat Misa Paus Fransiskus, dibuat berdasarkan surat Kementerian Agama.

Terkait azan, sifat Kominfo adalah menindaklanjuti surat Direktorat Jenderal Bimbingan Islam dan Bimbingan Katolik Kementerian Agama. ini dalam bentuk imbauan,” kata Budi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 4 September 2024.

Budi menegaskan, surat tersebut merupakan imbauan, bukan larangan. Ia berharap tidak ada lagi kontroversi di masyarakat terkait permasalahan ini.

“Karena kata yang kami tulis itu boleh. Jadi tidak wajib. Saya harap penjelasan ini tidak menimbulkan kontroversi berkepanjangan,” kata Budi.

Sementara Kementerian Agama menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai penyampaian Azan Maghrib dan Misa Agung bersama Paus Fransiskus melalui teks biasa.

Juru Bicara Kementerian Agama (Kementerian Agama) Sunanto menyatakan, surat Kementerian Agama kepada Kominfo bersifat permintaan dan mengandung dua substansi.

Pertama, usulan agar Misa bersama Paus Fransiskus pada 5 September 2024 disiarkan langsung pukul 17.00 hingga 19.00 WIB di seluruh saluran televisi nasional. Kedua, agar penanda waktu terbenamnya matahari ditampilkan dalam bentuk teks biasa, sehingga misa dapat diikuti secara penuh oleh umat Katolik di Indonesia.

Jadi intinya, pemberitahuan waktu Magrib di TV disampaikan dalam bentuk teks biasa. Sedangkan azan di masjid dan musala tetap dipersilakan, kata Sunanto dalam keterangannya.

Sunanto menegaskan, surat tersebut hanya menyangkut tayangan azan Magrib di televisi yang biasanya hanya mengacu pada waktu matahari terbenam di Jakarta (WIB).

“Azan Mabrib di Indonesia bagian timur masih bisa dikumandangkan karena sudah waktunya sebelum misa,” ujarnya.

Sunanto meyakini masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius dan mengedepankan toleransi agar mereka memahami bahwa upaya yang dilakukan Kementerian Agama merupakan kompromi sebagai cara hidup dalam kemajemukan.

“Semua boleh beribadah. Misa tetap berjalan. Pemberitahuan masuk Maghreb disampaikan melalui teks biasa dan Azan masih berkumandang di masjid-masjid dan musala. Umat Katolik beribadah di Misa, umat Islam tetap menunaikan salat Maghreb. Ini potret toleransi dan keharmonisan banyak orang di Indonesia dikagumi dunia”, tegasnya.

“Sekaligus ini juga merupakan kontribusi besar umat Islam terhadap toleransi di Indonesia dan dunia,” lanjutnya.

Sunanto menambahkan, azan Magrib pada hakikatnya disiarkan di televisi untuk mengingatkan umat Islam yang menonton televisi untuk menunaikan shalat.

“Saya tidak tahu apakah ada umat Islam yang menonton Misa bersama Paus Fransiskus saat Misa yang disiarkan televisi? Kalaupun ada, kami akan mengingatkan mereka tentang era Maghreb melalui running text,” kata Sunanto.